Minggu, 19 Juli 2009

Analisis Usaha Sirup Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L)


A. Investasi

No. Bahan-bahan Jumlah Satuan Total
1.

2. Bahan-bahan:
a. Kelopak bunga Rosella
b. Gula Pasir
Peralatan:
a. Kemasan
b. Labeling
5 Kg

10 Kg

100 botol
100
Rp. 15.000

Rp. 7.000

Rp. . 1.000
Rp. 1.000
Rp. 75.000

Rp. 70.000

Rp. 100.000
Rp. 100.000
Total Biaya Rp. 345.000
B. Biaya Produksi
1.
2. Transport
Komunikasi Rp. 200.000
Rp. 200.000
Total biaya Rp. 400.000
C. Penerimaan
a. Sirup Rosella botol besar 100 botol
@ Rp. 9.000
Rp. 900.000

Jumlah Rp. 900.000
D. Keuntungan C – (A+B)
900.000 – (365.000+400.000)
Rp. 155.000

R O I (Return Of Investment) = Laba Usaha x 100%
Modal Produksi

= Rp. 155.000 x 100 % = 20,3 %
Rp. 765.000

Setelah melakukan pembuatan sirup dari kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) diharapkan tingkat kehidupan masyarakat kota Malang akan meningkat.

H. METODE PELAKSANAAN PROGRAM
Program ini diorientasikan pada studi kelayakan akan usaha pemanfaatan kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) sebagai sirup (minuman bervitamin C), apakah akan menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tanpa mengabaikan faktor keamanan pangan dan sekaligus beberapa potensi pengembangan bisnis ini dijadikan kewirausahaan bagi masyarakat luas. Teknis pelaksanaan program adalah lebih menekankan akan diversifikasi atau modifikasi bahan baku dengan bahan penunjang terkait proporsi bahan untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan Sirup kelopak bunga Rosella antara lain:
Alat:
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan pembuatan sirup kelopak bunga Rosella ini adalah:

1. Gelas ukur
2. Erlenmeyer
3. Kompor gas
4. Blender
5. Corong
6. Kain Saring
7. Panci email
8. Botol dan tutup botol yang telah steril
9. Autoclave
10. Baskom

Bahan:
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan pembuatan sirup dari kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) ini adalah:

1. Kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L)
2. Gula pasir
3. Asam sitrat
4. Natrium Benzoat
5. Garam dapur
6. Air

Metode pengolahan
Bagian tumbuhan Rosella (Hibiscus rosa sabdariffa L) yang digunakan sebagai bahan pembuatan sirup adalah kelopak bunganya. Adapun teknik pembuatan sirup dengan bahan baku kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) adalah :
• Melepaskan kelopak bunga Rosella dari tangkainya
• Memotong kelopak bunga Rosella tersebut
• Menghaluskan (memblender) potongan kelopak bunga Rosella sampai halus
• Menambahkan air, asam sitrat, natrium benzoat, gula pasir dan garam dapur.
• Mengaduk bahan-bahan tersebut sampai rata hingga semua bahan tercampurkan.
• Memanaskan bahan-bahan yang telah tercampurkan hingga mendidih dan mengental.
• Menyaring hasilnya ke dalam baskom dan memasukkan ke dalam botol.
• Jika terdapat endapan, maka dapat digunakan sebagai selai.
• Melakukan proses packing (pengemasan) dan labeling.

Bagan Teknik Pembuatan Sirup “ROSELLA-C”

Kelopak bunga

Memotong kelopak bunga

Memblender bahan

Menambahkan air, asam sitrat, natrium benzoate, gula dan garam

Menyaring Mendidihkan hingga agak pekat

Memasukkan ke dalam Menyaring
botol dan menutup rapat

Merebus botol dalam air mendidih Memasukkan hasil ke dalam botol
(mensterilkan) selama ±30 menit

I. JADWAL KEGIATAN PROGRAM
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Program
Kegiatan Bulan Ke-
1 2 3 4 5
1. Persiapan
 Perijinan X
 Persiapan dan Penetapan lokasi usaha X
 Persiapan alat dan bahan usaha Xx
 Promosi dan strategi pengadaan usaha Xxx
 Evaluasi tahap pertama X
2. Pelaksanaan
 Penjaringan konsumen X xxxx
 Pelayanan dan pemasaran xxx Xx
 Pengembangan usaha dan investasi Xxx Xx
 Evaluasi tahap kedua X
3. Kegiatan Bimbingan
 Pelaporan kegiatan usaha xxx
 Monitoring dengan evaluasi pelaksanaan usaha X
 Pengembangan usaha berdasarkan hasil monitoring Xxx

RENCANA PEMBIAYAAN
Tabel 3. Estimasi Dana Kegiatan
No Jenis Kegiatan Anggaran
A. Pra Kegiatan
1 Perijinan Rp. 200.000,00
2 Persiapan lokasi dan Sewa Laboratorium Rp. 400.000,00
3 Persiapan Alat dan Bahan Rp. 250.000,00
4 Promosi/publikasi Rp. 700.000,00
5 Pengadaan proposal Rp. 200.000,00
B. Pelaksanaan
1 Kelopak Bunga Rosella (5 kg) @ Rp. 15.000,-
Gula Pasir (10 kg)@ 7.000,-
Minyak gas LPG
Kompor Gas
Peralatan
Labelling (100buah) @ Rp. 1.000,-
Pengemasan (100 botol) @ Rp.1.000 Rp. 75.000,00
Rp. 70.000,00
Rp. 350.000,00
Rp. 600.000,00
Rp. 300.000,00
Rp. 100.000,00
Rp. 100.000,00
2 Transportasi (5 bulan) Rp. 200.000,00
3 Telepon (5 bulan) Rp. 200.000,00
4 Dokumentasi (5 bulan) Rp. 600.000,00
5 Administrasi dan managemen Rp. 500.000,00
C. Laporan
1 Penyusunan Laporan Rp. 300.000,00
2 Penggandaan laporan Rp. 200.000,00
3 Laporan akhir Rp. 350.000,00
Jumlah Rp. 5.065.000,00

Manfaat Rosella Merah

Umumnya masyarakat mengenal dengan nama Rosela, Rosella atau Roselle (Hibiscus sabdariffa L.). Dari segi kesehatan, ternyata Rosela mempunyai manfaat untuk pencegahan penyakit. Menurut penelitian Ballitas Malang, bunga rosella, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal (juicy), misalnya Rosela Merah berguna untuk mencegah penyakit Kanker dan Radang, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar.

Kelopak bunga Rosella dapat diambil sebagai bahan minuman segar berupa irup dan teh, selai dan minuman, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal, yaitu Rosela Merah. Kelopak bunga tersebut mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 diantaranya terdapat dalam kelopak bunga Rosela, termasuk arginin dan legnin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Selain itu, Rosela juga mengandung protein dan kalsium.

Di Malaysia, Roselle juga disebut Asam paya, Asam kumbang atau Asam susur, merupakan tumbuhan yang mempunyai keluarga yang sama dengan bunga raya/sepatu (Hibiscus rosasinensis). Tumbuhan Roselle ada yang mengatakan berasal dari India tetapi ada juga pendapat yang mengatakan Roselle berasal dari Afrika Barat. Tumbuhan Roselle ini semula diperkenalkan di Malaysia sejak lebih dari tiga abat yang lampau. Di India Barat disebut dengan Jamaican Sorrel.

Pohon Roselle tumbuh dari biji/benih dengan ketinggian yang bisa mencapai 3 - 5 meter serta mengeluarkan bunga hampir sepanjang tahun. Bunga Roselle berwarna cerah, Kelopak bunga atau kaliksnya berwarna merah gelap dan lebih tebal jika dibandingkan dengan bunga raya/sepatu. Bagian bunga Roselle yang bisa diproses menjadi makanan ialah kelopak bunganya (kaliks) yang mempunyai rasa yang amat masam. Kelopak bunga ini bisa diproses menjadi pelbagai jenis makanan seperti minuman, jelly, saos, serbuk (teh ) atau manisan Roselle. Daun muda Roselle bisa juga dimakan sebagai ulam atau salad. Sementara itu di Afrika, biji Roselle dimakan karena dipercaya mengandung minyak tertentu. Di Sudan, Roselle diproses menjadi minuman tradisional yang dinamakan Karkadeh dan merupakan minuman kebangsaan orang Sudan.

Pohon Roselle adalah sejenis perdu yang mudah ditaman. Cara penanamannya dengan menggunakan biji yang kering kemudian disemai.

Nama Lain: Hibiscus Sabdariffa L., H. Sabdariffa varaltissima, Rozelle, Red Sorrel, Sour-sour, Lemon bush, Florida cranberry, Oseille rouge (Perancis), Quimbombo Chino (Sepanyol), Karkad� (Afrika Utara), Bisap (Senegal).

Tumbuhan herba ini ternyata mampu berfungsi sebagai bahan antiseptik, penambah syahwat, agen astringen. Tanaman ini juga banyak digunakan dalam pengobatan tradisional seperti batuk, ketidakhadaman, lesu, demam, tekanan perasaan, gusi berdarah (skurvi) dan mencegah penyakit hati. Bunga Roselle banyak digunakan untuk pembuatan jus, saos, sirup dan juga sebagai bahan pewarna pada makanan.

Ekstrak daripada kuncup bunganya ternyata mampu berfungsi sebagai antispasmodik (penahan kekejangan), antihelmintik (anti cacing) dan antibakteria. Selain itu rosella ternyata mampu menurunkan kadar penyerapan alkohol. Daun tumbuhan herba ini juga bisa digunakan untuk merawat luka, penyakit kulit dan gigitan serangga.

Di India, biji Roselle digunakan untuk mengobati penyakit kulit, kekurangan darah dan kelesuan.

Bagian yang digunakan : Bunga, daun dan biji

Bahan penting yang terkandung dalam kelompak bunga Roselle :
Gossy peptin anthocyanin dan glucoside hibiscin yang mempunyai efek diuretic dan choleretic, memperlancar peredaran darah, mencegah tekanan darah tinggi, meningkatkan kinerja usus serta berfungsi sebagai tonik (obat kuat).

Kelopak segar Dalam 100 g
  • Air 9.2 g
  • Protein 1.145 g
  • Lemak 2.61 g
  • Serat 12.0 g
  • Abu 6.90 g
  • Kalsium 1,263 mg
  • Fosforus 273.2 mg
  • Zat Besi 8.98 mg
  • Karotena 0.029 mg
  • Thiamine 0.117 mg
  • Riboflavin 0.277 mg
  • Niacin 3.765 mg
  • Asid Askorbik 6.7 mg

Dari penelitian terbukti bahwa kelopak bunga Roselle mempunyai efek anti-hipertensi, kram otot dan anti infeksi-bakteri. Dalam eksperimen ditemukan juga bahwa ekstrak kelopak bunga Roselle mengurangi efek alcohol pada tubuh kita, mencegah pembentukan batu ginjal, dan memperlambat pertumbuhan jamur/bakteri/parasit penyebab demam tinggi. Kelopak bunga Roselle juga diketahui membantu melancarkan peredaran darah dengan mengurangi derajat kekentalan darah. Ini terjadi karena asam organic, poly-sakarida dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kelopak bunga Roselle sebagai Farmakologi. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah kelopak bunga Roselle mengandung vitamin C dalam kadar tinggi yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia terhadap serangan penyakit.



Manfaat kelopak bunga Roselle
  • Dapat mengurangi kepekatan/kekentalan darah
  • Membantu proses pencernaan
  • Mencegah peradangan pada saluran kencing dan ginjal
  • Penyaring racun pada tubuh
  • Mencegah kekurangan Vitamin C
  • Melancarkan peredaran darah
  • Melancarkan buang air besar
  • Menurunkan kadar penyerapan alkohol
  • Penahan kekejangan



Penyakit yang dapat diobati :
  • Tekanan Darah Tinggi ( Hipertensi )
  • Batu Ginjal
  • Batuk
  • Lemah syahwat
  • Lesu
  • Demam
  • Tekanan Perasaan
  • Gusi berdarah
  • Penyakit kulit
  • Gigitan Serangga
  • Luka
  • Kurang darah

Budidaya Tanaman Rosella / Hibiscus tea

Rosella (Hibiscus Sabdariffa). Hanya dibutuhkan lahan gembur, bibit, polybag, dan pupuk kompos. Jarak panennya pun terbilang cepat yaitu 4 bulan dari sejak tanam. Bibit Rosella sendiri dapat dibeli di Dinas Pengembangan dan Penelitian Departemen Pertanian dengan harga bibit sebesar Rp. 200 ribu/ ons yang berisi sekitar 3.300 biji yang nantinya setiap biji/pohon menghasilkan 2 kg Rosella basah. Padahal harga jual Rosella siap konsumsi (sudah dikeringkan) mampu menembus angka Rp. 300 ribu/kg. Tak heran, dengan lahan seluas 1 ha di desa Pasir Datar 4 Cikukulu, Sukabumi, petani mampu meraup omset penjualan hinggaRp 75 juta/bulan.

Berikut ini adalah Cara Budidaya Tanaman Rosella:

1. Persiapan Benih
  • · Benih tanaman Rosella berasal dari bijinya. Untuk membuat benih, pertama-tama biji dikeringkan selama 4 hari. Setelah benih tersebut kering, biji kemudian disemai pada tanah gembur.
  • · Setelah disemai selama 2 minggu (atau tumbuh pohon setinggi 7 cm) kemudian dimasukkan ke Polybag.
  • · Setelah di-polybag, biarkan pohon tumbuh mencapai 20 cm sebelum akhrnya dimasukkan ke lahan yang sudah disiapkan.
2. Persiapan Lahan. Sebelum tanah diolah perlu diberikan pupuk kandang dengan jumlah kurang lebih 50 karung untuk lahan 1.000 m2. Rosella dapat tumbuh di daerah tropis/sub tropis dengan ketinggian 0 – 900 m dpl, cukup pengairan dan sinar matahari. Cara tanam: bisa sejajar, bisa juga saling silang, dengan jarak tanam 1 x 1 m. Setiap lubang ditanam dengan 2 biji Rosella. Untuk penanaman dilakukan pada musim penghujan dengan harapan setelah panen sudah masuk musim kemarau.

3. Perawatan. Perawatan Rosella terbilang mudah, asal cukup air dan sinar matahari matahari, namun demikian perlu diingat bahwa air tidak boleh mengenang, agar akar Rosella tidak membusuk. Sebaiknya setelah ditanam, Rosella disiram sehari sekali setiap sore hari.
4. Hama Tanaman. Hama utama yang :nyerang Rosella. adalah Nematoda (Heterodera rudicicola) yang menyerang batang dan akar, sementara hama lainnya adalah belalang.
5. Panen. Hasil panen Rosella untuk 1 ha, adalah kurang lebih 200-250 kg kering. Kelopak Rosella yang sudah masak dipanen secara manual, dipetik dengan menggunakan gunting besi kemudian dipisahkan antara kelopaknya dengan bijinya. Keringkan dengan menjemur di bawah terik matahari selama 4 – 6 hari atau dengan menggunakan oven yang baik dan benar pada saat musim hujan. Rosella dapat dipanen setiap 2 minggu.

Hibiscus tea

Hibiscus tea is the infusion made from the calyces (sepals) of the Hibiscus sabdariffa flower, a herbal tea drink consumed both hot and cold by people around the world. It is also referred to as roselle (another common name for the hibiscus flower), jamaica in Latin America, karkady in the Middle East, bissap in West Africa, sorrel in Jamaica, and red sorrel in the wider Caribbean, and other names in other regions. Hibiscus tea has a tart, cranberry-like flavor, and sugar is often added to sweeten the beverage. The tea contains vitamin C and minerals and is used traditionally as a mild medicine.

Hibiscus tea contains 15-30% organic acids, including citric acid, maleic acid, and tartaric acid. It also contains acidic polysaccharides and flavonoid glycosides, such as cyanidin and delphinidin, that give it its characteristic deep red colour.

Medical studies

A study published in the Journal of Human Hypertension has shown that drinking hibiscus tea can reduce high blood pressure in people with type 2 diabetes. The study results showed the average systolic blood pressure for those drinking hibiscus tea decreased from 134.8 mmHg (17.97 kPa) at the beginning of the study to 112.7 mmHg (15.03 kPa) at the end of the study, one month later.[5

Genmaicha

Genmaicha (玄米茶?, "brown rice tea") is the Japanese name for green tea combined with roasted brown rice. It is sometimes referred to colloquially as "popcorn tea" because a few grains of the rice pop during the roasting process and resemble popcorn. This type of tea was originally drunk by poor Japanese, as the rice served as a filler and reduced the price of the tea; which is why it is also known as the "people's tea". Today it is consumed by all segments of society.

Tea steeped from these tea leaves has a light yellow hue. Its flavor is mild and combines the fresh grassy flavor of green tea with the aroma of the roasted rice. The water to steep this tea should typically be about 80-85°C (175-185°F). A steeping time of 3-5 minutes is recommended, depending on desired strength and the source of the tea - some sources recommend as little as one minute of brewing time.

Genmaicha is also sold with matcha (powdered green tea) added to it. This product is called Matcha-iri genmaicha (抹茶入り玄米茶?) (lit. Genmaicha with added powdered tea). Matcha-iri genmaicha has a similar flavor to plain genmaicha but the flavor is often stronger and the color more green than light yellow.


Darjeeling

Darjeeling tea, tea from the Darjeeling region in West Bengal, India, has traditionally been prized above all other black teas, especially in the United Kingdom and the countries comprising the former British Empire. When properly brewed it yields a thin-bodied, light-colored liquor with a floral aroma. The flavor also displays a tinge of astringent tannic characteristics, and a musky spiciness often referred to by tea connoisseurs as "muscatel." A sweet cooling aftertaste should be felt in the mouth.

Unlike most Indian tea, Darjeeling is normally made from the small-leaved Chinese variety of Camellia sinensis, C. sinensis sinensis, not the large-leaved Assam plant (C. sinensis assamica). Traditionally Darjeeling tea is made as black tea; however, Darjeeling, oolong and green teas are becoming more commonly produced and easier to find, and a growing number of estates are also producing prized white teas.

History

Tea planting in the Indian district of Darjeeling was begun during 1841 by a Dr. Campbell, a civil surgeon of the Indian Medical Service. Campbell was transferred to Darjeeling in 1839 and used seeds from China to begin experimental tea planting, a practice that he and others continued during the 1840s. The government also established tea nurseries during that period. Commercial exploitation began during the 1850s.

Designation


According to the Tea Board of India - "Darjeeling Tea" means: tea which has been cultivated, grown, produced, manufactured and processed in tea gardens (see 'Estates' section below) in the hilly areas of Sadar Sub-Division, only hilly areas of Kalimpong Sub-Division comprising of Samabeong Tea Estate, Ambiok Tea Estate, Mission Hill Tea Estate and Kumai Tea Estate and Kurseong Sub-Division excluding the areas in jurisdiction list 20,21,23,24,29,31 and 33 comprising Siliguri subdivision of New Chumta Tea Estate, Simulbari and Marionbari Tea Estate of Kurseong Police Station in Kurseong Sub-Division of the District of Darjeeling in the State of West Bengal, India grown on picturesque steep slopes up to 4000ft.[1] Tea which has been processed and manufactured in a factory located in the aforesaid area, which, when brewed, has a distinctive, naturally occurring aroma and taste with light tea liquour and the infused leaf of which has a distinctive fragrance.

Adulteration and falsification are serious problems in the global tea trade; the amount of tea sold as Darjeeling worldwide every year exceeds 40,000 tonnes, while the annual tea production of Darjeeling itself is estimated at only 10,000 tonnes, including local consumption. To combat this situation, the Tea Board of India administers the Darjeeling certification mark and logo.[2] Protection of this tea designation is similar in scope to the protected designation of origin used by the EU for many European cheeses.

Darjeeling tea cannot be grown or manufactured anywhere else in the world, similar to Champagne in that region of France.


Varieties


Traditionally, Darjeeling teas are classified as a type of black tea. However, the modern Darjeeling style employs a hard wither (35-40 % remaining leaf weight after withering), which in turn causes an incomplete oxidation for many of the best teas of this designation, which technically makes them a form of oolong. Many Darjeeling teas also appear to be a blend of teas oxidized to levels of green, oolong, and black.

  • 1st Flush is harvested in mid-March following spring rains, and has a gentle, very light color, aroma, and mild astringency.
  • In Between is harvested between the two "flush" periods.
  • 2nd Flush is harvested in June and produces an amber, full bodied, muscatel-flavored cup.
  • Monsoon or Rains tea is harvested in the monsoon (or rainy season) between 2nd Flush and Autumnal, is less withered, consequently more oxidized, and usually sold at lower prices. It is rarely exported, and often used in Masala chai.
  • Autumnal Flush is harvested in the autumn after the rainy season, and has somewhat less delicate flavour and less spicy tones, but fuller body and darker colour.

Estates

There are many tea estates (also called "tea gardens") in Darjeeling, each producing teas with different character in taste and aroma. Some of the popular estates include Arya, Chamong, Glenburn, Lingia, Castleton, Jungpana, Makaibari, Margaret's Hope, and Risheehat.

Chun Mee

Chun Mee is a popular green tea. It has a dusty appearance and is generally more acidic and less sweet than other green teas. It was originally produced only in the Jiangxi province, but is now grown elsewhere. It is often referred as "9371".

Chun mee tea, together with Assam Bukial tea, has been studied to study the rate of infusion of caffeine. The study found that caffeine diffusion through the tea leaves is a greatly hindered process.[1]

Bunga Kwai


Teh Cina ini diberi nama Bunga Kwai yang berasal dari kumpulan bunga Osmanthus. Tumbuhan ini juga berasal dari Cina, merupakan tanaman beraroma manis dengan cita rasa yang kuat. Di Cina tanaman ini juga digunakam dalam pembuatan berbagai macam bahan makanan seperti gula dan minuman anggur..

Berikut adalah article mengenai tanaman teh ini (english version)...

Osmanthus heterophyllus (Holly Osmanthus; Chinese: 冬树 dong shu; Japanese: ヒイラギ Hiiragi, also known as Hihiragi, Holly Olive and False Holly) is a species of Osmanthus native to eastern Asia in central and southern Japan (Honshū, Kyūshū, Shikoku, and the Ryukyu Islands) and Taiwan.[1][2]

It is an evergreen shrub or small tree growing to 2–8 m tall. The bark is brown to grey or blackish, cracking into small plates on old plants. The leaves are opposite, 3-7 cm long and 1.5–4 cm broad with a thick, leathery texture, lustrous dark green above, paler yellow-green below; the margin is entire or with one to four large spine-tipped teeth on each side. Spiny leaves predominate on small, young plants (an adaptation to deter browsing animals), while entire leaves predominate higher on larger mature plants out of the reach of animals. The flowers are very fragrant, white, with a four-lobed corolla, the corolla tube 1–2 mm long and the lobes 2.5-5 mm long; they are dioecious, with flowering in the autumn. The fruit is an ovoid dark purple drupe 1.5 cm long and 1 cm diameter, mature in the following summer about 9 months after flowering.[1][3][4][5]

There are two varieties:[1]

  • Osmanthus heterophyllus var. heterophyllus. Leaves entire or spiny; flowers with short corolla lobes 2.5-3.5 mm long. Throughout the range of the species.
  • Osmanthus heterophyllus var. bibracteatus (Hayata) P.S.Green. Leaves always entire; flowers with long corolla lobes 5 mm long. Endemic to Taiwan.

The scientific name heterophyllus, "different leaves", refers to the variation in leaf shape between spiny and entire. The common name Holly Osmanthus refers to the similarity in leaf shape to that of the Holly (Ilex aquifolium), an example of convergent evolution with a common objective of deterring browsing; the two may be distinguished easily by the leaf arrangement, alternate in Ilex aquifolium and opposite in Osmanthus heterophyllus.

Cultivation and uses


It is widely used as a hedge plant.[5][6] Several cultivars have been selected for garden use, including 'Aureus', 'Goshiki', 'Gulftide', 'Purpureus', 'Rotundifolius', 'Subangustatus', and 'Variegatus'.[5]

The species has been hybridised in cultivation with Osmanthus fragrans; the resulting hybrid is named Osmanthus × fortunei Carr.[5]

Historical mentions

It is mentioned twice in the Kojiki, the oldest surviving historical record of Japan.[6] The first mention, under the name hihiragi, is in connection with the name of a kami, Hihiragi-no-sono-hana-madzumi-no-kami[7] (translated by Chamberlain as "Deity Waiting-to-see-the-Flowers-of-the-Holly"[8]), with the word madzumi (rarely seen) being used to describe the plant's characteristic of its flowers rarely blossoming, as interpreted by the scholar Tominobu.[9][6] Its second mention occurs during a passage referring to how a holly wood spear, made of material from the tree and spanning "eight fathoms long"[10], was presented to the Prince Yamato-take by the Emperor prior to him being sent to subdue the East.[6] Its prickly and non-prickly variations are sometimes described as "male" and "female" respectively, though this does not equate to its true plant sexuality.[11][6]

Bancha


Bancha (番茶) is a Japanese green tea. It is harvested from the second flush of sencha between summer and autumn. (The first flush is harvested for shincha.)

Bancha is the common green tea in Japan. It is harvested from the same tree as sencha grade, but it is plucked later than sencha is, giving it a lower market grade. It is considered to be the lowest grade of green tea. There are 22 grades of bancha. Its flavour is unique, it has a stronger organic straw smell.

Brewing

Pour boiling water on leaves and let steep for 30 seconds to 2 minutes. If steeped too long, there seems to be an odd metallic flavour to it[citation needed].

Teh poci


Teh Poci yaitu teh diseduh dalam poci (cerek kecil) dari tanah liat dan ditambah dengan gula batu dan diminum panas-panas, minuman ini sangat disukai oleh masyarakat Tegal, Slawi, Pemalang, Brebes dan sekitarnya.

Ada istilah teh poci "WASGITEL" singkatan dari wangi, panas, sepet, legi, lan (dan) kentel (kental), yang artinya teh panas, manis, wangi beraroma bunga melati dan berwarna hitam pekat/kental.

Teh Poci biasanya menggunakan teh (hijau) melati yang mengeluarkan aroma yang khas, dan biasa disajikan dipagi atau sore / malam hari dengan ditemani makanan kecil. Poci yang digunakan untuk menyeduh teh poci biasanya bagian dalam pocinya tidak pernah dicuci tetapi cukup dibuang sisa tehnya saja. Hal ini dipercaya masyarakat Tegal kerak sisa teh tadi akan menambah cita rasa dan aroma teh poci menjadi semakin enak.

Di luar daerah Tegal teh poci dapat dijumpai di warteg (Warung Tegal). Perangkat minum teh poci yang asli adalah poci (cerek kecil) dan cangkir dari tanah liat.

Teh tarik


Teh tarik adalah minuman khas Malaysia yang biasanya dijual oleh para mamak (orang India Muslim) di Malaysia dan Singapura. Minuman ini berupa teh yang diberi susu kental manis yang dituangkan dari satu gelas ke gelas lainnya (ditarik). Dalam proses penarikan ini, kandungan-kandungannya menjadi semakin tercampur rata dan aromanya keluar. Selain itu proses penarikan juga membantu mendinginkan suhu minuman dan memberikan lapisan busa lembut di bagian atasnya yang terbentuk karena kandungan gula di dalam air teh.

Teh tarik dan teh es merupakan minuman yang banyak dijual di rumah makan para mamak, dan biasanya diminum bersama hidangan seperti nasi lemak, roti canai, roti telur, atau roti tempayan. Bubuk teh yang dijual kiloan sering digunakan untuk membuat teh tarik. Setelah diseduh, teh disaring dengan kain kasa dan dicampur dengan susu kental manis.

Orange pekoe

Orange pekoe adalah salah satu klasifikasi teh hitam berdasarkan asal daunnya. Untuk dapat diklasifikasikan sebagai pekoe, teh harus diambil dari bagian tanaman yang baru tumbuh. Bagian tanaman yang baru tumbuh ini terdiri dari kuncup bunga yang dipetik beserta dua daun yang paling muda. (Daun teh pada bagian yang lain menghasilkan teh dengan kualitas lebih rendah.) Kesalahan konsep yang sering terjadi adalah bahwa Orange Pekoe dianggap sebagai salah satu tipe teh dengan aroma jeruk, atau selalu dihubungkan dengan buah jeruk. Pada kenyataannya, Orange Pekoe tidak ada hubungannya sama sekali dengan aroma teh tersebut. Teh pertama kali diimpor ke Eropa oleh Dutch East India Company pada tahun 1610 (teh hijau dari Jepang). Segera sesudahnya, perusahaan ini juga mengimpor teh Tiongkok dan mempromosikannya dengan sukses, yang terbukti dengan tetap bertahannya istilah ‘Orange Pekoe' dalam perdagangan.

Pekoe adalah penyesuaian kata dari Bai Hao (atau Pak-Ho), bahasa Tionghoa untuk pucuk putih, yang digunakan untuk menyebut tunas daun yang tidak tergulung dan tertutup oleh lapisan putih, yang merupakan tanda yang pasti dari daun yang masih muda dan oleh karena itu merupakan teh yang paling enak. Awalnya teh dengan kualitas ini dibawa ke Belanda kemungkinan besar untuk disajikan pada keluarga kerajaan, the House of Orange, dan oleh ahli pemasaran jenius, teh dari jenis Bai Hao ini dipromosikan ke masyarakat Belanda sebagai Orange Pekoe untuk memberikan kesan adanya jaminan kualitas kerajaan.

Upacara minum teh (Jepang)

Upacara minum teh (茶道 sadō, chadō?, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chatō (茶の湯 ?) atau cha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate.

Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut chashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan dinding (kakejiku), bunga (chabana), dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.

Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut.

Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.

Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha yang dibuat dari teh hijau yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchadō, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha disebut senchadō.

Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar mempraktekkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.

Sejarah


Lu Yu (Riku U) adalah seorang ahli teh dari dinasti Tang di Tiongkok yang menulis buku berjudul Ch'a Ching (茶经) atau Chakyō (bahasa Inggris: Classic of Tea). Buku ini merupakan ensiklopedia mengenai sejarah teh, cara menanam teh, sejarah minum teh, dan cara membuat dan menikmati teh.

Produksi teh dan tradisi minum teh dimulai sejak zaman Heian setelah teh dibawa masuk ke Jepang oleh duta kaisar yang dikirim ke dinasti Tang. Literatur klasik Nihon Kōki menulis tentang Kaisar Saga yang sangat terkesan dengan teh yang disuguhkan pendeta bernama Eichu sewaktu mengunjungi Provinsi Ōmi di tahun 815. Catatan dalam Nihon Kōki merupakan sejarah tertulis pertama tentang tradisi minum teh di Jepang.

Pada masa itu, teh juga masih berupa teh hasil fermentasi setengah matang mirip Teh Oolong yang dikenal sekarang ini. Teh dibuat dengan cara merebus teh di dalam air panas dan hanya dinikmati di beberapa kuil agama Buddha. Teh belum dinikmati di kalangan terbatas sehingga kebiasaan minum teh tidak sempat menjadi populer.

Di zaman Kamakura, pendeta Eisai dan Dogen menyebarkan ajaran Zen di Jepang sambil memperkenalkan matcha yang dibawanya dari Tiongkok sebagai obat. Teh dan ajaran Zen menjadi populer sebagai unsur utama dalam penerangan spiritual. Penanaman teh lalu mulai dilakukan di mana-mana sejalan dengan makin meluasnya kebiasaan minum teh.

Permainan tebak-tebakan daerah tempat asal air yang diminum berkembang di zaman Muromachi. Permainan tebak-tebakan air minum disebut Tōsui dan menjadi populer sebagai judi yang disebut Tōcha. Pada Tōcha, permainan berkembang menjadi tebak-tebakan nama merek teh yang yang diminum.

Pada masa itu, perangkat minum teh dari dinasti Tang dinilai dengan harga tinggi. Kolektor perlu mengeluarkan banyak uang untuk bisa mengumpulkan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh menjadi populer di kalangan daimyo yang mengadakan upacara minum teh secara mewah menggunakan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh seperti ini dikenal sebagai Karamono suki dan ditentang oleh nenek moyang ahli minum teh Jepang yang bernama Murata Jukō. Menurut Jukō, minuman keras dan perjudian harus dilarang dari acara minum teh. Acara minum teh juga harus merupakan sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Acara minum teh yang diperkenalkan Jukō merupakan asal-usul upacara minum teh aliran Wabicha.

Wabicha dikembangkan oleh seorang pedagang sukses dari kota Sakai bernama Takeno Shōō dan disempurnakan oleh murid (deshi) yang bernama Sen no Rikyū di zaman Azuchi Momoyama. Wabicha ala Rikyū menjadi populer di kalangan samurai dan melahirkan murid-murid terkenal seperti Gamō Ujisato, Hosokawa Tadaoki, Makimura Hyōbu, Seta Kamon, Furuta Shigeteru, Shigeyama Kenmotsu, Takayama Ukon, Rikyū Shichitetsu. Selain itu, dari aliran Wabicha berkembang menjadi aliran-aliran baru yang dipimpin oleh daimyo yang piawai dalam upacara minum teh seperti Kobori Masakazu, Katagiri Sekijū dan Oda Uraku. Sampai saat ini masih ada sebutan Bukesadō untuk upacara minum teh gaya kalangan samurai dan Daimyōcha untuk upacara minum teh gaya daimyō.

Sampai di awal zaman Edo, ahli upacara minum teh sebagian besar terdiri dari kalangan terbatas seperti daimyo dan pedagang yang sangat kaya. Memasuki pertengahan zaman Edo, penduduk kota yang sudah sukses secara ekonomi dan membentuk kalangan menengah atas secara beramai-ramai menjadi peminat upacara minum teh.

Kalangan penduduk kota yang berminat mempelajari upacara minum teh disambut dengan tangan terbuka oleh aliran Sansenke (tiga aliran Senke: Omotesenke, Urasenke dan Mushanokōjisenke) dan pecahan aliran Senke.

Kepopuleran upacara minum teh menyebabkan jumlah murid menjadi semakin banyak sehingga perlu diatur dengan suatu sistem. Iemoto seido adalah peraturan yang lahir dari kebutuhan mengatur hirarki antara guru dan murid dalam seni tradisional Jepang.

Joshinsai (guru generasi ke-7 aliran Omotesenke) dan Yūgensai (guru generasi ke-8 aliran Urasenke) dan murid senior Joshinsai yang bernama Kawakami Fuhaku (Edosenke generasi pertama) kemudian memperkenalkan metode baru belajar upacara minum teh yang disebut Shichijishiki. Upacara minum teh dapat dipelajari oleh banyak murid secara bersama-sama dengan metode Shichijishiki.

Berbagai aliran upacara minum teh berusaha menarik minat semua orang untuk belajar upacara minum teh, sehingga upacara minum teh makin populer di seluruh Jepang. Upacara minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat juga berdampak buruk terhadap upacara minum teh yang mulai dilakukan tidak secara serius seperti sedang bermain-main.

Sebagian guru upacara minum teh berusaha mencegah kemunduran dalam upacara minum teh dengan menekankan pentingnya nilai spiritual dalam upacara minum teh. Pada waktu itu, kuil Daitokuji yang merupakan kuil sekte Rinzai berperan penting dalam memperkenalkan nilai spiritual upacara minum teh sekaligus melahirkan prinsip Wakeiseijaku yang berasal dari upacara minum teh aliran Rikyū.

Di akhir Keshogunan Tokugawa, Ii Naosuke menyempurnakan prinsip Ichigo ichie (satu kehidupan satu kesempatan). Pada masa ini, upacara minum teh yang sekarang dikenal sebagai sadō berhasil disempurnakan dengan penambahan prosedur sistematis yang riil seperti otemae (teknik persiapan, penyeduhan, penyajian teh) dan masing-masing aliran menetapkan gaya serta dasar filosofi yang bersifat abstrak.

Memasuki akhir zaman Edo, upacara minum teh yang menggunakan matcha yang disempurnakan kalangan samurai menjadi tidak populer di kalangan masyarakat karena tata krama yang kaku. Masyarakat umumnya menginginkan upacara minum teh yang bisa dinikmati dengan lebih santai. Pada waktu itu, orang mulai menaruh perhatian pada teh sencha yang biasa dinikmati sehari-hari. Upacara minum teh yang menggunakan sencha juga mulai diinginkan orang banyak. Berdasarkan permintaan orang banyak, pendeta Baisaō yang dikenal juga sebagai Kō Yūgai menciptakan aliran upacara minum teh dengan sencha (Senchadō) yang menjadi mapan dan populer di kalangan sastrawan.

Pemerintah feodal yang ada di seluruh Jepang merupakan pengayom berbagai aliran upacara minum teh, sehingga kesulitan keuangan melanda berbagai aliran upacara minum teh setelah pemerintah feodal dibubarkan di awal era Meiji. Hilangnya bantuan finansial dari pemerintah feodal akhirnya digantikan oleh pengusaha sukses seperti Masuda Takashi lalu bertindak sebagai pengayom berbagai aliran upacara minum teh.

Di tahun 1906, pelukis terkenal bernama Okakura Tenshin menerbitkan buku berjudul The Book of Tea di Amerika Serikat. Memasuki awal abad ke-20, istilah sadō atau chadō mulai banyak digunakan bersama-sama dengan istilah cha no yu atau Chanoyu.

Aliran upacara minum teh


Budaya teh Tionghoa

Minum teh telah menjadi semacam ritual di kalangan masyarakat Tionghoa. Di Cina, budaya minum teh dikenal sejak 3.000 tahun sebelum Masehi (SM), yaitu pada zaman Kaisar Shen Nung berkuasa. Bahkan, berlanjut di Jepang sejak masa Kamakaru (1192 – 1333) oleh pengikut Zen.

Tujuan minum teh, agar mereka mendapatkan kesegaran tubuh selama meditasi yang bisa memakan waktu berjam-jam. Pada akhirnya, tradisi minum teh menjadi bagian dari upacara ritual Zen.

Selama abad ke-15 hal itu menjadi acara tetap berkumpul di lingkungan khusus untuk mendiskusikan berbagai hal.

Meski saat itu belum bisa dibuktikan khasiat teh secara ilmiah, namun masyarakat Tionghoa sudah meyakini teh dapat menetralisasi kadar lemak dalam darah, setelah mereka mengonsumsi makanan yang mengandung lemak.

Mereka juga percaya, minum teh dapat melancarkan buang air seni, menghambat diare, dan sederet kegunaan lainnya.

Kemasan

Teh celup
Teh dikemas dalam kantong kecil yang biasanya dibuat dari kertas. Teh celup sangat populer karena praktis untuk membuat teh, tapi pencinta teh kelas berat biasanya tidak menyukai rasa teh celup. Sari Wangi adalah perintis teh celup merek lokal [1] di Indonesia.
Teh seduh (daun teh)
Teh dikemas dalam kaleng atau dibungkus dengan pembungkus dari plastik atau kertas. Takaran teh dapat diatur sesuai dengan selera dan sering dianggap tidak praktis. Saringan teh dipakai agar teh yang mengambang tidak ikut terminum. Selain itu, teh juga bisa dimasukkan dalam kantong teh sebelum diseduh. Mangkuk teh bertutup asal Tiongkok yang disebut gaiwan dapat digunakan untuk menyaring daun teh sewaktu menuang teh ke mangkuk teh yang lain.
Teh yang dipres
Teh dipres agar padat untuk keperluan penyimpanan dan pematangan. Teh pu erh dijual dalam bentuk padat dan diambil sedikit demi sedikit sewaktu mau diminum. Teh yang sudah dipres mempunyai masa simpan yang lebih lama dibandingkan daun teh biasa.
Teh stik
Teh dikemas di dalam stik dari lembaran aluminium tipis yang mempunyai lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai saringan teh.
Teh instan
Teh berbentuk bubuk yang tinggal dilarutkan dalam air panas atau air dingin. Pertama kali diciptakan pada tahun 1930-an tapi tidak diproduksi hingga akhir tahun 1950-an. Teh instan ada yang mempunyai rasa vanila, madu, buah-buahan atau dicampur susu bubuk.

Teh dalam berbagai bahasa

Aksara hanzi untuk teh adalah 茶, tapi diucapkan berbeda-beda dalam berbagai dialek bahasa Tionghoa. Penutur bahasa Hokkien asal Xiamen menyebutnya sebagai te, sedangkan penutur bahasa Kantonis di Guangzhou dan Hong Kong menyebutnya sebagai cha. Penutur dialek Wu di Shanghai dan sekitarnya menyebutnya sebagai zoo.

Bahasa yang menyebut "teh" mengikuti sebutan te menurut bahasa Hokkien: bahasa Afrikaans (tee), bahasa Armenia, bahasa Katalan (te), bahasa Denmark (te), bahasa Belanda (thee), bahasa Inggris (tea), bahasa Esperanto (teo), bahasa Estonia (tee), bahasa Faroe (te), bahasa Finlandia (tee), bahasa Perancis (thé), bahasa Frisia (tee), bahasa Galicia (), bahasa Jerman (Tee), bahasa Ibrani (תה, /te/ or /tei/), bahasa Hongaria (tea), bahasa Islandia (te), bahasa Irlandia (tae), bahasa Italia (), bahasa Latin (thea), bahasa Latvia (tēja), bahasa Melayu (dan bahasa Indonesia) (teh), bahasa Norwegia (te), bahasa Polandia (herbata dari bahasa Latin herba thea), bahasa Gaelik-Skotlandia (, teatha), bahasa Sinhala, bahasa Spanyol (), bahasa Swedia (te), bahasa Tamil (thè), bahasa Wales (te), and bahasa Yiddish (טיי, /tei/).

Bahasa yang menyebut "teh" mengikuti sebutan cha atau chai: bahasa Albania (çaj), bahasa Arab (شَاي), bahasa Bengali (চা), bahasa Bosnia (čaj), bahasa Bulgaria (чай), bahasa Kapampangan (cha), bahasa Cebuano (tsa), bahasa Kroasia (čaj), Bahasa Ceko (čaj), bahasa Yunani (τσάι), bahasa Hindi (चाय), bahasa Inggris Britania (char, chai)*, bahasa Jepang (茶, ちゃ, cha), bahasa Korea (차), bahasa Makedonia (čaj), bahasa Malayalam, bahasa Nepal (chai), bahasa Persia (چاى), bahasa Punjabi (ਚਾਹ), bahasa Portugis (chá), bahasa Rumania (ceai), bahasa Rusia, (чай, chai), bahasa Serbia (чај), bahasa Slowakia (čaj), bahasa Slovenia (čaj), bahasa Swahili (chai), bahasa Tagalog (tsaa), bahasa Thai (ชา), bahasa Tibet (ja), bahasa Turki (çay), Bahasa Ukraina (чай), bahasa Urdu (چاى) dan bahasa Vietnam (trà atau chè).

* Sudah jarang dituturkan.

Komposisi

Teh mengandung sejenis antioksidan yang bernama katekin. Pada daun teh segar, kadar katekin bisa mencapai 30% dari berat kering. Teh hijau dan teh putih mengandung katekin yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung lebih sedikit katekin karena katekin hilang dalam proses oksidasi. Teh juga mengandung kafein (sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir), teofilin dan teobromin dalam jumlah sedikit.[3]

Ramuan teh

Sebagian besar merek teh yang dijual di pasaran merupakan hasil ramuan ahli teh yang membuat blend yang unik untuk merek tersebut dari berbagai daun teh yang berbeda. Rasa enak dari teh berkualitas tinggi dan berharga mahal biasanya bisa menutupi rasa teh yang berkualitas rendah, sehingga kualitas teh bisa meningkat dan dapat dijual dengan harga yang lebih pantas. Teh hasil ramuan juga menjaga agar rasa teh yang dimiliki merek tertentu tetap stabil sepanjang masa.

Teh melati dibuat dengan mencampur kuncup melati yang siap mekar. Sebelum dicampur dengan kuncup melati, daun teh mengalami proses pelembaban agar harum melati dapat menempel pada daun teh.





Pengolahan teh dan pengelompokan

Teh dikelompokan berdasarkan cara pengolahan. Daun teh Camellia sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera dikeringkan setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan.

Pengolahan daun teh sering disebut sebagai "fermentasi" walaupun sebenarnya penggunaan istilah ini tidak tepat. Pemrosesan teh tidak menggunakan ragi dan tidak ada etanol yang dihasilkan seperti layaknya proses fermentasi yang sebenarnya. Pengolahan teh yang tidak benar memang bisa menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan unsur bersifat karsinogenik.

Pengelompokan teh berdasarkan tingkat oksidasi:

Teh putih
Teh yang dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. Teh putih diproduksi dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan teh jenis lain sehingga harga menjadi lebih mahal. Teh putih kurang terkenal di luar Tiongkok, walaupun secara perlahan-lahan teh putih dalam kemasan teh celup juga mulai populer.
Teh hijau
Daun teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung diproses setelah dipetik. Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal, proses oksidasi dihentikan dengan pemanasan (cara tradisional Jepang dengan menggunakan uap atau cara tradisional Tiongkok dengan menggongseng di atas wajan panas). Teh yang sudah dikeringkan bisa dijual dalam bentuk lembaran daun teh atau digulung rapat berbentuk seperti bola-bola kecil (teh yang disebut gun powder).
Oolong
Proses oksidasi dihentikan di tengah-tengah antara teh hijau dan teh hitam yang biasanya memakan waktu 2-3 hari.
Teh hitam atau teh merah
Daun teh dibiarkan teroksidasi secara penuh sekitar 2 minggu hingga 1 bulan. Teh hitam merupakan jenis teh yang paling umum di Asia Selatan (India, Sri Langka, Bangladesh) dan sebagian besar negara-negara di Afrika seperti: Kenya, Burundi, Rwanda, Malawi dan Zimbabwe. Terjemahan harafiah dari aksara hanzi untuk teh bahasa Tionghoa (红茶) atau (紅茶) dalam bahasa Jepang adalah "teh merah" karena air teh sebenarnya berwarna merah. Orang Barat menyebutnya sebagai "teh hitam" karena daun teh berwarna hitam. Di Afrika Selatan, "teh merah" adalah sebutan untuk teh rooibos yang termasuk golongan teh herbal. Teh hitam masih dibagi menjadi 2 jenis: Ortodoks (teh diolah dengan metode pengolahan tradisional) atau CTC (metode produksi teh Crush, Tear, Curl yang berkembang sejak tahun 1932). Teh hitam yang belum diramu (unblended) dikelompokkan berdasarkan asal perkebunan, tahun produksi, dan periode pemetikan (awal musim semi, pemetikan kedua, atau musim gugur). Teh jenis Ortodoks dan CTS masih dibagi-bagi lagi menurut kualitas daun pasca produksi sesuai standar Orange Pekoe.
Pu-erh (Póu léi dalam bahasa Kantonis)
Teh pu-erh terdiri dari dua jenis: "mentah" dan "matang." Teh pu-erh yang masih "mentah" bisa langsung digunakan untuk dibuat teh atau disimpan beberapa waktu hingga "matang". Selama penyimpanan, teh pu-erh mengalami oksidasi mikrobiologi tahap kedua. Teh pu-erh "matang" dibuat dari daun teh yang mengalami oksidasi secara artifisial supaya menyerupai rasa teh pu-erh "mentah" yang telah lama disimpan dan mengalami proses penuaan alami. Teh pu-erh "matang" dibuat dengan mengontrol kelembaban dan temperatur daun teh mirip dengan proses pengomposan. Teh pu-erh biasanya dijual dalam bentuk padat setelah dipres menjadi seperti batu bata, piring kecil atau mangkuk. Teh pu-erh dipres agar proses oksidasi tahap kedua bisa berjalan, karena teh pu-erh yang tidak dipres tidak akan mengalami proses pematangan. Semakin lama disimpan, aroma teh pu-erh menjadi semakin enak. Teh pu-erh yang masih "mentah" kadang-kadang disimpan sampai 30 tahun bahkan 50 tahun supaya matang. Pakar bidang teh dan penggemar teh belum menemui kesepakatan soal lama penyimpanan yang dianggap optimal. Penyimpanan selama 10 hingga 15 tahun sering dianggap cukup, walaupun teh pu-erh bisa saja diminum setelah disimpan kurang dari setahun. Minuman teh pu-erh dibuat dengan merebus daun teh pu-erh di dalam air mendidih seringkali hingga lima menit. Orang Tibet mempunyai kebiasaan minum teh pu-erh yang dicampur dengan mentega dari lemak yak, gula dan garam.
Teh kuning
Sebutan untuk teh berkualitas tinggi yang disajikan di istana kaisar atau teh yang berasal dari daun teh yang diolah seperti teh hijau tapi dengan proses pengeringan yang lebih lambat.
Kukicha
Teh kualitas rendah dari campuran tangkai daun dan daun teh yang sudah tua hasil pemetikan kedua, dan digongseng di atas wajan.
Genmaicha
Teh hijau bercampur berondong dari beras yang belum disosoh, beraroma harum dan sangat populer di Jepang.
Teh bunga
Teh hijau atau teh hitam yang diproses atau dicampur dengan bunga. Teh bunga yang paling populer adalah teh melati (H­eung Pín dalam bahasa Kantonis, Hua Chá dalam bahasa Tionghoa) yang merupakan campuran teh hijau atau teh oolong yang dicampur bunga melati. Bunga-bunga lain yang sering dijadikan campuran teh adalah mawar, seroja, leci dan seruni.
Teh juga sering dikaitkan dengan kegunaannya untuk kesehatan. Teh hijau dan teh pu-erh sering digunakan untuk diet. Orang juga sering menghubung-hubungkan teh dengan keseimbangan yin yang. Teh hijau cenderung yin, teh hitam cenderung yang, sedangkan teh oolong dianggap seimbang. Teh pu-erh yang berwarna coklat dianggap mengandung energi yang dan sering dicampur bunga seruni yang memiliki energi yin agar seimbang.